Address
Jl.Warung Buncit Raya VIII-19,Krl.Duren Tiga Jakarta Selatan
Phone
081281133647 / 081284611443
Email
adminpusat@fgii.org

Kami Berbeda Bukan Berarti Tidak Mampu

Diterbitkan Kamis, 21 November 2024

Film Temple Grandin selalu membuat saya  tak kuasa menahan haru padahal saya sudah menontonnya berulang kali. Saat ini terasa sangat istimewa karena tayang ulang di hari pertama setelah  Gerakan KerLiP BERSINAR disusun bersama sahabat dan mitra KerLiP.

Segera saja info film yang mengisahkan perjuangan penyandang autis berhasil meraih gelar profesor di Colorado ini saya share ke teman-teman Kawal  Indonesia Pintar,  Alor, dan grup Gerakan KerLiP Bersinar. Rasa haru sedikit mereda tergantikan rasa kaget menerima informasi mengenai Veny dari Aas. Semoga  tak ada kejadian buruk yang menimpa sahabat baru KerLiP ini.

Sistem Pembangunan yang Inklusif

“Apa perbedaan difable dan autis? ” tanya Ibu Pingkan, mamanya Patrick yang hadir dalam Obrolan Pendidikan Ramah Anak  di Omah Cafe.  Menurut diskusi tersebut, penggunaan kata difable lebih personal, sedangkan disabilitas terkait sistem yang memberikan dorongan kuat mengenai pentingnya inklusivitas dalam pembangunan. Penyusunan UU Disabilitas sebagai pengganti UU Penyandang Cacat perlu dikawal bersama agar semua penyandang difable dapat menikmati hak hidup bermartabat dengan adanya aksesibilitas.

Penekanan terhadap aksesibilitas juga muncul dalam paparan pembukaan dari Kabid PKLK Disdik Provinsi Jawa Barat, Dr. Dadang Rachman dalam Rapak Koordinasi Pembentukan Sekretariat Bersama Pemenuhan Hak Pendidikan Anak. Beliau mengatakan bahwa Gerakan Keluarga Peduli Pendidikan Bersinar mulai di SLB dan Sekolah inklusi di Jawa Barat merupakan pintu masuk pembangunan di Jawa Barat yang lebih inklusif. Rapat Koordinasi yang dilaksanakan KerLiP bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk memperingati Hari Ibu dalam menginisiasi Gerakan KerLiP Bersinar yang didukung oleh Direktorat Pembinaan PKLK Dikdasmen Kemendibud. Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Pendidikan Menengan di Diadikprov Jabar menghadirkan Kabid KPA BP3AKB Jabar sebagai keynote speaker, Kabid Advokasi PHPA Deputi TKA Kempppa, BPBD Jabar, Duta Anak, dan pemerhati disabilitas. AKtivasi Gugus Tugas KLA Jawa Barat melalui pembentukan Sekber PHPA makin mengemuka. Hal ini sejalan dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak yang merupakan salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.

Sekretariat Bersama Pemenuhan Hak Pendidikan Anak

Inisiatif sekretariat bersama diperkenalkan KerLiP untuk memperkuat sosialisasi dan advokasi pemenuhan hak pendidikan anak di Jawa Barat dan Riau yang diinisiasi Asdep PHPA, bu Elvy.  Mitra utama KerLiP di Kempppa ini menjadi inisiator pembentukan Forum SRA nasional yang melibatkan 12 Kementerian/Lembaga dan KerLiP. Rintisan Forum SRA Kota Bandung pun sudah kami mulai dalam pertemuan dengan Pak Elih, Kadisdik Kota Bandung yang dihadiri oleh Duta Anak SMPN 11, sekolah piloting SRA Jabar, SMAN 15 dan SDN Merdeka. Pak Elih menyambut baik gagasan pembentukan Forum SRA di Kota Bandung.

Saya merespon informasi pertemuan Dinas Pendidikan Riau dan Kanwil Kemenag Riau yang diposting relawan TAMPAN Riau untuk segera meresmikan pembentukan Sekretariat Bersama.PHPA Riau. Mas Imam langsung menyambut antusias dan diperkuat oleh bang Alpha dan Zamzam. Kata Mas Imam, “Keren banget sahabat2…setuju banget dengan usul bu Yanti. Patut ditiru Menag dan Mendikbud. Sekretariat bersama pemenuhan Hak pendidikan untuk anak Indonesia yanpa terkecuali, dimana pun mereka bersekolah. Jangan sampai ada diskriminasi hak antara yg bersekolah d ibawah naungan Kemenag dan Kemdikbud. “Riau menjadi pioneer dan role model 👍👍👍” Bang Alpha menegaskan lagi.

Mulai dari SLB Bersinar

Posisi saya sebagai anouncer sekaligus moderator dalam Rapat Penyusunan Rencana Aksi SLB Bersinar memberikan peluang besar uang menggalang dukungan sahabat dan mitra KerLiP. Kehadiran Asmoro yang membawa Riswan ahli statistik dan Yanti ahli filantropi,  Tety, Bu Pingkan dan Patrick memberi arti tersendiri pada kegiatan OPeRA perdana di Omah Cafe. Saya memutuskan untuk mengembangkan diskusi informal dengan Sukma di sela-sela rapat kerja tadi siang. Kami berdua mendikusikan hasil kajian perencanaan dan penganggaran responsif anak yang dilaksanakan Zamzam di Bappenas dan upaya memberantas kemiskinan yang mendapatkan tantangan berat.

Berita peningkatan jumlah kelompok miskin di Indonesia sampai lebih dari 750 ribu orang pada September 2015 menjadi sumber obrolan kami. Hal ini mengingatkan kembali pada tekad awal gerakan keluarga peduli pendidikan yang memilih moto educate to end poverty pada tahun 2002. Saya mengajak teman-teman yang hadir untuk mendiskusikan secara rutin upaya pemberantasan kemiskinan melalui pendidikan dan dihubungkan dengan piloting SLB Bersinar yang sedang dirintis sahabat-sahabat KerLiP di Jawa Barat serta upaya filantropi di Indonesia.

OPeRApun makin asyik.  Fakta stigmatisasi yang melekat pada guru SLB yang disampaikan Tety, pengurus FGII dan kenyataan bahwa stigma tersebut juga masih melekat pada diri wakil dari Filipina dalam lokakarya konselor LGBT di Thailand seperti yang disampaikan Susi Fitry  membangkitkan kesadaran kritis kami. Para penggerak KerLiP Bersinar dalam konteks Generasi Pemberantas Kemiskinan harus berani “bunuh diri” kelas berkali-kali. Saya memahaminya untuk membangun kesiapan menjadi pejalan sunyi dirundung stigma buruk. Asmoro menegaskan arti penting penggunaan istilah apa adanya merespon info tentang sebutan keistimewaan lebih bagi anak-anak berkebutuhan khusus oleh duta anak di SMPN 11 yang saya ungkapkan sebelum menutup obrolan.